Ketika kita menyebut globalisasi dan ketahanan budaya dibenak kita muncul wajah indonesia. Keindahan yang tiada tara. Jumlah desa persawahan laut dan anak sungai hingga beraneka seni dan wujud arsitektural yang tak terhingga nilai karakter dan kandungan estetiks didalamnya. Indonesia dalah bangsa yang besar terdiri atas berbagai suku, budaya dan agama. Kemajemukan itu merupakan kekayaan dan kekuatan sekaligus menjadi tantangan bagi bangsa indonesioa. Selain membutuhkan kebersamaan dan persatuan menghadapi dinamika kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara memerlikan kewaspadaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Mengapa demikian? Diantara jawabannya adalah perbedaan latar belakang individu. Jalmo tan keno kiniro kinoyo op, kata pepatah.
Kita masih ingat betapa gigihnya para pemuda yang berasal dari berbagai daerah menyadari sepenuhnya kekuatan yang perlu dibangun dari persatuan dan kesatuan nasional. Mereka sepakat untuk bersatu padu melalui sumpah pemuda untuk menegaskan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan yaitu indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928. Semangat dan gerakan untuk bersatu padu itu menjadi sumber inspirasi bagi munculnya gerakan yang terkonsolidasi untuk membebaskan diri dari penjajahan hingga tercapainya proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, dari sabang sampai merauke, yang merdeka berdaulat untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional yang bersemboyankan Bhineka Tunggal Ika.
Ketika Emha Ainun Najib menulis buku Indonesia bagian dari desa kita, dihadapkan informasi kejenakaan sekaligus ketakjuban, bahwa indonesia membentang cakrawala nanluas kang subur lan tinandur hingga ketidaksiapan menghadapi tehnologi. Secara historis perjalanan negara indonesia telah terjadi pergolakan dan pemberontakan sebagai akibat penyalahgunaan kekuasaan yang sentralistis, tidak terselesaikannya perbedaan pendapat diantara pemimpin bangsa, serta ketidak siapan masyarakat dalam menghormati perbedaan pendapat. Akibat muncul ketidak adilan, konflik vertikal antara pusat dan daerah maupun konflik horizontal antara berbagai unsur masyarakat, pertentangan ideologi dan agama, kemiskinan struktural, kesenjangan sosial, dan lain-lain hingga keidakpercayaan terhadap pemimpin, masa bodoh dan apriori, termasuk ketidak berdayaan memfilter kebudayaan asing yang tidak relevan dengan kebudayaan indonesia.
Kita renungkan betapa tak terhingganya leluhur kita mewariskan sejumlah budaya dan kesenian tradisional yang syarat filosofi itu kian tak mendapat tempat. Eksistensinya digerus kesenian kontemporer dan mordernism ditengah masyarakat. Pro dan kontradiksi terhadap warisan leluhur sangat menarik untuk dikaji. Anggapan berkutat dengan seni tradisional adalah masa lalu, ketinggalan dan tindakan melawan jaman juga perlu disimak lebih konfrehenship. Megapa kita kebakaran jenggot ketika salah satu warisan leluhur kita diklaim sebagi budaya oleh negara malaysia. Bukankah pergerakan budaya asing ke Indonesia berlangsung sejak jaman pra aksara menyebar bersamaan dengan migrasi kelompok manusia purba, yang hidup secara nomaden. Selanjutnya dibawa oleh kaumpenjajah dari barat maupun asia. Secara alamiah tak bisa dihindari ketika perubahan sosial dan dinamika budaya berjalan. Gunung Ilang Pucukke, pasar Ilang Kumandangae adalah diantara kekhawatiran dan realitas.
Teknologi informasi dan komunikasi menjadikan dunia ini kian dekat. Apa yang sedang terjadi di Negara lain dapat kita saksikan dinegeri sendiri, tanpa harus beranjak dari kamar. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan anak emas globalisasi. Ia menjadi katalisator penyebaran budaya. Kita tidak bisa menghindar. Dunia mengalami keterbuakaan. Akibatnya muncul ketelanjangan, rasa sinis, malu bangga, dan seabrek kata cemas, was was sekaligus tertawa. Suka atau tidak, kita ada didalamnya. Globalisasi menciptakan kekhawatiran dan kerugian meski dipihak lain diterima sebagi keberuntungan.
Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media. Globalisasi terjadi kerena faktor nilai-nilai budaya luar. Seperti :
- Selalu meningkatkan pengetahuan
- Patuh hukum
- Kemandirian
- Keterbukaan
- Rasionalisasi
- Etos kerja
- Kemampuan memprediksi
- Efisiensi dan produktifitas
- Keberanian bersaing
- Manajemen resiko
Gobalisasi terjadi melalui berbagai saluran, diantaranya
- Lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan
- Lembaga keagamaan
- Industri internasional dan Lembaga Perdagangan
- Wisata mancanegara
- Saluran Komunikasi dan telekomunikasi internasional
- Lembaga Internasional yang mengatur peraturan internasioanl
- Lembaga kenegaraan seperti hubungan diplomatik dan konsuler
Manusia terus mencari, memilah, memilih dan mendepkripsikan. Ada kebanggaan sekaligus keraguan diera modern seperti sekarang ini difusi berjalan sangat cepat dan efektif. Pergumulan budaya semakin intens melalui radio, televisi, buku, majalah, dan internet. Globalisasi tak terbendung. Disetiap ruang meretas batas antar negara. Tak ada batas , mudah terbaca sekaligus kabur batasnya. Dunia ada disegenggam tangan. Kotak ajaib seukuran korek api itu kita bisa melihat orang yang sedang mandi, memasak dan dinikmati sembari minum teh, ngobrol denga teman hingga sembari buang hajat diruang yang sangat terbatas. Secara visual tersaji apa yang dibutuhkan. Tak ada kata tidak. Selanjutnya terserah anda adalah kata basi, tetapi mudah tercerna telinga.
Silahkan Berkomentar Yang baik dan Sopan Agar blog ini bisa berkembang lebih baik.